Oleh: Nanda Irwansyah
Ingatlah petuah Viktor Serge untuk mahasiswa:
“Kau ingin jadi apa?pengacara, untuk
mempertahankan hukum kaum kaya yang secara inheren tidak adil? Dokter, untuk
menjaga kesehatan kaum kaya dan menganjurkan makan makanan yang sehat, udara
yang baik dan waktu istirahat kepada mereka yang memangsa kaum miskin? Arsitek,
untuk membangun rumah nyaman untuk tuan tanah? Lihatlah di sekelilingmu dan
periksan hati nuranimu, apa kau tak mengerti bahwa tugasmu adalah sangat
berbeda: untuk bersekutu dengan kaum tertindas dan bekerja untuk menghancurkan
sistem yang kejam ini?”.
Derasnya
arus globalisasi melalui pemanfaatan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah merambah ke seluruh Negara di dunia dan menjadikan dunia seolah
tanpa batas. Seiring dengan perkembangan global tersebut telah berkembang pula
issue global yang mencakup demokratisasi, HAM, lingkungan hidup dan
keterbukaan, yang di samping membawa dampak positif dalam semangat kebersamaan
antar bangsa di dunia, juga sering dimanfaatkan oleh Negara adidaya untuk
melakukan intervensi
terhadap Negara-negara berkembang yang menurutnya
mengabaikan nilai-nilai demokratisasi, HAM, lingkungan hidup dan nilai-nilai
global lainnya.
Menyikapi
berbagai permasalahan bangsa dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia
termasuk krisis di bidang hukum yang sarat dengan penyimpangan dan kepentingan
politik. Bahkan terkesan bahwa penyimpangan tersebut seolah di lindungi oleh pembiasan
hukum yang berlaku saat itu. Karena berbagai undang-undang, peraturan di design
untuk melindungi perbuatan-perbuatan penyimpangan yang pada akhirnya
dijadikan pembenaran dan sangat merugikan masyarakat sebagai pencari
keadilan. Pada sisi lain telah berkembang fenomena-fenomena yang merupakan
kelemahan proses penegakan hukum dan sering kali sering mencerminkan rasa
keadilan dan kepastian hukum. Sehingga dapat mengakibatkan kekecewaan dan
lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia.
Bagi
Negara teokrasi kekuasaan membuat undang-undang ada pada Tuhan yang dikuasakan
kepada seorang wakil Tuhan di muka bumi, seperti Negara Vatikan ialah pada
tahta suci, Pauslah sebagai wakil Tuhan. Juga pada Negara Jepang zaman sebelum
perang pada Tennocheika sebagai titisan Amaterasu atau pada Hayam Wuruk sebagai
titisan Wishnu. Pada Negara demokrasi, kekuasaan membuat undang-undang dan
hukum sepenuhnya ada pada rakyat, rakyatlah yang berkuasa. Untuk menentukan
suatu undang-undang, di Negara Barat 50% tambah 1 merupakan mayoritas. Ada juga
yang mayoritas mutlaknya tiga perempat dari jumlah suara atau tiga perempat
harus hadir dan tiga perempat dari jumlah suara yang hadir. Bagi Negara Pancasila
di Indonesia kekuasaan membuat undang-undang ada pada rakyat, akan tetapi tidak
boleh bertentangan kehendak Tuhan. Hukum yang dibuat Tuhan sebagai hukum
tertinggi dan hukum yang dibuat oleh manusia tidak boleh bertentangan dengan
hukum Tuhan (ini berdasarkan teori hierarki piramidal dari Notonagoro).
Oemar
Seno Adji berpendapat bahwa Negara hukum Indonesia memiliki ciri khas
tersendiri karena mempunyai pandangan hidup bernegara yaitu Pancasila dan
pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum. Sebagai Negara
hukum yang bersumber dari Pancasila maka sudah barang tentu produk hukum
dilahirkan merupakan suatu cita-cita atau nilai yang diserap dari norma-norma
kehidupan masyarakat serta budayanya.
Berangkat dari penjelasan di atas yang kemudian
akan muncul pertanyaan dimana posisi hukum Islam dalam menentukan kebijakan.
Selama ini hukum Islam hanya dijadikan sebagai alternatif dan perspektif belaka
bukan sebagai landasan utama dalam menentukan kebijakan. Jika kita menilik
kembali teori hierarki piramidal dari Notonagoro seharusnya hukum Islam bukan
dijadikan alternatif dan perspektif belaka karena akan berakibat fatal
di kemudian hari. Pada hakikatnya
perlindungan terhadap hak orang-orang yang tidak sanggup melindungi diri
sendiri merupakan fungsi utama hukum. Hukum Islam bertujuan menciptakan suatu
masyarakat yang didasarkan pada rasa tanggung jawab moral yang di dalamnya
setiap warga masyarakat dapat mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan ajaran
agama.
Pengaruh Islam cukup dominan dalam peta dan
perkembangan hukum negeri ini, terutama yang berupa nilai-nilai agama yang
selalu mendorong dan mengarahkan perkembangan masyarakat yang berdasarkan
pancasila. Hal tersebut antara lain karena hukum Islam selain berfungsi sebagai
pengatur, pembina dan pendorong perubahan dalam masyarakat juga berfungsi
sebagai sosial kontrol. Hukum Islam pada hakikatnya telah ada sejak ratusan
tahun lalu yang kemudian berakar dan luluh dalam kehidupan masyarakat khususnya
Indonesia. Karena dalam konteks pembinaan hukum nasional, modernisasi yang
dilakukan bukan westernisasi sehingga asas-asas dan jiwa hukum Islam semakin
terjamin. Terlebih lagi dalam pelaksanaan pembangunan nasional, peran serta
muslim dalam hukum Islam dikategorikan sebagai kewajiban kolektif yang merupakan
salah satu motif pembangunan yang mengarahkan pembangunan nasional tidak
berorientasi dunia saja akan tetapi ibadah amaliah juga.
Dengan
demikian, moralitas yang berpegangan erat pada hukum Islam tidaklah perlu cemas
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada dasarnya
didorong oleh semangat eksperimental belaka, yang justru memiliki sifat
keterbatasan. Pengetahuan Islam memiliki dimensi lain yang dalam hal eksistensi
dan aktualisasi manusia dan permasalahannya akan selalu mengacu pada kebenaran
atau ketidakbenaran atas dasar otoritas wahyu Allah yang merupakan kriteria
tertinggi.
Apakah hukum-hukum yang di buat oleh
pemerintah bertujuan untuk kemaslahatan rakyat Indonesia secara menyeluruh atau
hukum itu di buat hanya untuk melindungi dirinya sendiri dengan mengataskan
namakan rakyat Indonesia? Pertanyaan sederhana ini yang kemudian menjadi tugas
kita bersama untuk lebih kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang dilayangkan
oleh pemerintah untuk rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar